UU NO 26 TAHUN 2007 ( PENATAAN RUANG)
- Peraturan tentang struktur ruang dan prasarana wilayah kabupaten yang untuk melayani kegiatan dalam skala kabupaten.
- Pemerintah kabupaten memiliki wewenang dalam pengembangan dan pengelolaan kabupaten dan telah disahkan dalam undang – undang.
- Rencana tata ruang kabupaten memuat rencana Pola ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang provinsi yang terkait dengan wilayah kabupaten yang bersangkutan.
- Rencana tata ruang wilayah kabupaten merupakan pedoman dasar bagi pemda dalam pengembangan lokasi untuk kegiatan pembangunan di daerahnya terutama pada daerah pedesaan.
- Peninjauan kembali atau revisi terhadap rencana tata ruang untuk mengevaluasi kesesuaian kebutuhan pembangunan.
UU NO 26 TAHUN 2007 TENTANG RTH ( RUANG TERBUKA HIJAU)
Pada uu no 26 tahun 2007 pasal 17 memuat bahwa
proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai
(DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Isi uu no 26 thn 2007 pasal 17 :
(1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur
ruang dan rencana pola ruang.
(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan
prasarana.
(3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.
(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan
pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan.
(5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan
paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.
(6) Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan
keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan
rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai
subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 1 angka 31 Undang-Undang N0 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) sebagai area
memanjang / jalur dan / atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang
sengaja ditanam. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi 9:
1.Kawasan hijau pertamanan kota
2.Kawasan Hijau hutan kota
3.Kawasan hijau rekreasi kota
4.Kawasan hijau kegiatan olahraga
5.Kawasan hijau pemakaman
- Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah :
1.Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai
sarana pengamanan lingkungan perkotaan.
2.Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan
binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat.
- Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah :
1.Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa
memanjang, bulat maupun persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis
lain sesuai geo-topografinya.
2.Sosial, RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa
bersosialisasi.
3.Ekonomi, RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual
4.Budaya, ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat
5.Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak manusia (penduduk)
untuk mendapatkan lingkungan yang aman, nyaman, indah dan lestari
CONTOH KOTA YANG SUDAH MENERAPKAN RUANG TERBUKA HIJAU
1 Kota Balikpapan
Indahnya kota Balikpapan tak lepas dari jumlah Ruang Terbuka
Hijau (RTH) yang melebihi standar Badan
Lingkungan Hidup (BLH) yakni 42% dari luas kota ini. Sebagai peneduh, RTH
memberikan manfaat yang begitu terasa bagi masyarakat kota Balikpapan.
Karena secara umum RTH publik maupun RTH privat, memiliki
fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan
(ekstrinsik) yaitu fungsi arsitek-tural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam
suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai
dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota.
RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu
wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi,
berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk
per-lindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun
jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial,
ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas
lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk ke-indahan, rekreasi,
dan pendukung arsitektur kota.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung
(dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan
untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keingin-an
dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti
perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.
Permasalahan ditekankan pada beberapa aspek penerapan
kawasan penataan ruang dengan pola konsep 52 persen terbangun dan 48 persen
untuk ruang terbuka hijau (RTH). Konsep ideal ini dilihat dari sudut pandang
penataan ruang, perlu disadari bahwa salah satu tujuan pembangunan di Kota
Balikpapan, yang hendak dicapai adalah mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman,
produktif, dan berkelanjutan.
Pembangunan dan pengelolaan RTH wilayah perkotaan harus
menjadi substansi yang terakomodasi secara hierarkial dalam perundangan dan
peraturan serta pedoman di tingkat nasional dan daerah/kota. Untuk tingkat
daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, permasalahan RTH menjadi bagian
organik dalam Ren-cana Tata Ruang Wilayah dan subwilayah yang diperkuat oleh
peraturan daerah.